Kualitas Udara Jakarta Kamis Pagi 24 Juli 2025 Masuk Kategori Tidak Sehat, Kota Keempat Terburuk di Dunia
Jakarta kembali mencatatkan kualitas udara yang mengkhawatirkan. Pada Kamis pagi, 24 Juli 2025, kualitas udara ibu kota berada dalam kategori “tidak sehat”, menjadikannya sebagai kota dengan udara terburuk keempat di dunia berdasarkan pemantauan beberapa situs indeks kualitas udara internasional, termasuk IQAir.
Tingkat polusi yang tinggi membuat udara di Jakarta tak hanya tidak nyaman untuk dihirup, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.
Angka yang Mencengangkan: AQI Jakarta Tembus 175
Berdasarkan data dari IQAir, indeks kualitas udara (AQI) Jakarta pada Kamis pagi tercatat mencapai angka 175, yang masuk dalam kategori “Unhealthy” atau tidak sehat. Dalam skala AQI, angka di atas 150 berarti udara sudah mengandung partikel berbahaya, terutama PM2.5, yang bisa masuk langsung ke saluran pernapasan dan aliran darah manusia.
Partikel PM2.5 yang tinggi dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mulai dari batuk, sesak napas, asma kambuh, hingga gangguan jantung dan paru-paru. Dalam jangka panjang, paparan terus-menerus terhadap polusi ini bisa meningkatkan risiko penyakit kronis bahkan kematian dini.
Kondisi ini membuat Jakarta kembali menjadi sorotan dunia, berada satu peringkat di bawah New Delhi dan di atas kota-kota besar lain seperti Lahore dan Beijing, yang juga dikenal dengan polusi udaranya.
Apa Penyebab Polusi Hari Ini?
Pakar lingkungan dari Universitas Indonesia menyebutkan bahwa tingginya tingkat polusi hari ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor:
-
Emisi kendaraan bermotor yang mendominasi jalanan Jakarta sejak pagi hari. Kepadatan lalu lintas menyebabkan pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna dan menghasilkan banyak polutan.
-
Kondisi cuaca yang kurang mendukung penyebaran polutan, seperti rendahnya kecepatan angin dan kelembaban tinggi, membuat partikel polusi ‘terjebak’ di lapisan bawah atmosfer.
-
Aktivitas industri dan pembakaran terbuka, baik di wilayah Jakarta maupun sekitar Jabodetabek, juga ikut menyumbang tingginya konsentrasi PM2.5.
Dampak Terhadap Masyarakat
Warga Jakarta mengeluhkan berbagai gangguan kesehatan ringan hingga berat. Beberapa sekolah dan kantor bahkan menyarankan penggunaan masker medis di luar ruangan. Ada juga yang memilih bekerja dari rumah untuk meminimalkan paparan langsung terhadap polusi.
Dina, warga Cempaka Putih, mengaku mengalami batuk kering dan iritasi mata sejak dua hari terakhir. “Padahal saya nggak pernah punya alergi. Tapi sekarang, baru keluar sebentar udah pusing dan perih di mata,” keluhnya.
Langkah Antisipasi yang Bisa Dilakukan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat untuk:
-
Mengurangi aktivitas luar ruangan, terutama pada pagi dan siang hari ketika polusi mencapai puncaknya.
-
Menggunakan masker dengan filter PM2.5 saat harus beraktivitas di luar ruangan.
-
Menutup jendela dan ventilasi di rumah pada jam-jam dengan polusi tinggi.
-
Mengaktifkan air purifier jika ada, untuk menjaga kualitas udara di dalam ruangan.
-
Memantau indeks kualitas udara secara berkala, melalui aplikasi seperti IQAir atau BMKG.
Meski begitu, langkah jangka panjang tetap dibutuhkan. Para ahli mendesak adanya kebijakan tegas untuk pembatasan emisi kendaraan, percepatan penggunaan transportasi ramah lingkungan, dan pengawasan industri yang lebih ketat.
Penutup: Alarm Keras bagi Masa Depan Kota
Kondisi hari ini bukan hanya kejadian satu kali. Polusi udara sudah menjadi masalah sistemik di Jakarta, dan perlu penanganan menyeluruh. Jika tidak ditangani dengan serius, kualitas hidup warga ibu kota akan terus menurun, terutama dari sisi kesehatan.
Kini, saatnya semua pihak—pemerintah, swasta, dan masyarakat—bekerja sama untuk memastikan udara bersih bukan lagi kemewahan, tapi hak dasar semua orang.