Kenaikan Tarif Air di Rusun Jakarta Picu Keluhan Penghuni
Kenaikan Tarif Air di Rusun Jakarta Picu Keluhan Penghuni
Jakarta — Sejumlah penghuni rumah susun (rusun) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluhkan kenaikan tarif air minum yang dinilai memberatkan. Kenaikan tersebut dirasakan secara tiba-tiba dan tanpa adanya sosialisasi yang memadai, sehingga banyak warga merasa terbebani, terlebih bagi mereka yang berpenghasilan rendah.
Salah satu penghuni Rusun Jatinegara Barat, Nurlina (47), menyatakan bahwa tagihan airnya naik hampir dua kali lipat dibanding bulan sebelumnya. Padahal, menurutnya, tidak ada peningkatan penggunaan yang signifikan dalam rumah tangganya.
“Biasanya saya bayar Rp40 ribu sampai Rp50 ribu. Sekarang bisa sampai Rp90 ribu lebih. Itu pun airnya kadang kecil, tidak lancar,” keluhnya saat ditemui pada Senin (22/07).
Pengelola Rusun Dinilai Tidak Transparan
Banyak warga juga menyoroti kurangnya transparansi dari pihak pengelola rusun. Mereka mengaku tidak pernah diberi penjelasan detail mengenai alasan kenaikan tarif air, termasuk komponen biaya apa saja yang masuk dalam perhitungan.
“Kalau memang ada penyesuaian tarif, kami minta dijelaskan dulu. Jangan tiba-tiba naik tanpa kabar,” ujar Anton, seorang warga Rusun Pulogebang.
Tidak sedikit pula yang mempertanyakan keadilan dari sistem penagihan tersebut. Pasalnya, tarif yang diberlakukan di rusun milik Pemprov Jakarta tampak lebih mahal dibanding tarif air bersih dari PAM Jaya yang dinikmati oleh warga di luar rusun.
Respons Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Menanggapi keluhan tersebut, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa tarif air memang mengalami penyesuaian karena adanya kenaikan biaya operasional dari pihak penyedia jasa air minum. Namun demikian, DPRKP juga mengakui adanya kekurangan dalam penyampaian informasi kepada warga.
“Kami sedang melakukan evaluasi terhadap sistem distribusi dan penagihan air di seluruh rusun milik Pemprov. Sosialisasi memang perlu diperbaiki agar warga tidak merasa dikagetkan,” ujar Kepala DPRKP DKI Jakarta, melalui keterangan tertulis.
Ia juga menyebutkan bahwa pihaknya akan membuka posko pengaduan di tiap unit rusun guna menjaring keluhan dan menyampaikan klarifikasi langsung kepada warga. Dinas juga berencana melakukan verifikasi ulang terhadap sistem pembacaan meteran air yang digunakan di lapangan.
Warga Minta Subsidi atau Skema Keringanan
Sebagian besar penghuni rusun berharap agar pemerintah memberikan skema subsidi atau keringanan tarif, khususnya bagi kelompok berpenghasilan rendah. Menurut mereka, rusun merupakan bagian dari kebijakan hunian terjangkau yang semestinya tidak membebani penghuninya dengan biaya-biaya tambahan yang tinggi.
“Saya tinggal di rusun karena tidak mampu sewa rumah di luar. Kalau tarif air naik terus, sama saja kami dipaksa pindah,” tutur Edi, seorang buruh harian yang tinggal di Rusun Tambora.
Lembaga bantuan hukum dan sejumlah aktivis kota juga ikut menyoroti permasalahan ini. Mereka menilai bahwa hak dasar atas air bersih harus dijamin negara, terlebih untuk warga yang tinggal di hunian subsidi.
Langkah Solutif Diperlukan Segera
Pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Dr. Ari Purnama, menyarankan agar Pemprov DKI membentuk tim audit independen untuk mengkaji struktur tarif air di rusun. Menurutnya, harus ada pemisahan jelas antara biaya layanan dan keuntungan operator agar tidak terjadi pembebanan yang tidak adil.
“Pemprov DKI harus menjamin bahwa kebijakan sosialnya berjalan seiring dengan perlindungan hak dasar warga. Jangan sampai rusun sebagai solusi hunian murah justru memunculkan beban baru,” katanya.
Penutup
Kenaikan tarif air minum di sejumlah rusun Jakarta menjadi pengingat penting bahwa kebijakan publik harus dijalankan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan keberpihakan pada warga rentan. Warga berharap pemerintah tidak hanya mendengar keluhan mereka, tetapi juga segera menindaklanjutinya dengan solusi yang berpihak dan berkeadilan sosial.