Kisruh Ketua RW 011 Kampung Sawah Tak Kunjung Usai, Warga Keluhkan Minimnya Tindakan dari Pemkot Jakut
Jakarta Utara – Proses penetapan Ketua RW 011 Kampung Sawah, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, terus menuai polemik. Sudah lebih dari dua bulan berlalu sejak masa jabatan ketua sebelumnya berakhir, namun hingga kini belum ada kejelasan soal siapa yang sah sebagai Ketua RW 011. Warga pun mengeluhkan sikap Kabag Tata Pemerintahan (Tapem) Jakarta Utara yang dinilai lamban dan tidak tegas dalam menangani persoalan tersebut.
Kisruh bermula dari hasil pemilihan ulang yang digelar beberapa waktu lalu setelah muncul sengketa dalam pemilihan sebelumnya. Dua kandidat, masing-masing didukung kelompok warga berbeda, saling mengklaim kemenangan. Alih-alih meredam konflik, pelaksanaan ulang justru makin memperkeruh suasana karena hasilnya pun tetap disengketakan.
Pemilihan RW Jadi Ajang Tarik Menarik Kepentingan
Menurut penuturan sejumlah tokoh masyarakat, pemilihan Ketua RW 011 sudah lama menjadi ajang tarik menarik antara kelompok warga yang memiliki kepentingan masing-masing. Beberapa warga menduga ada intervensi dari pihak luar yang mencoba memengaruhi jalannya pemilihan.
“Awalnya kami pikir proses ini akan selesai dengan cepat. Tapi nyatanya, makin hari makin runyam. Harusnya pemerintah kota, dalam hal ini bagian Tapem, bisa turun tangan lebih tegas agar tidak berkepanjangan,” kata Samsul Bahri, warga RT 004 RW 011.
Ia menambahkan bahwa warga merasa kecewa karena belum ada keputusan final dari Pemerintah Kota Jakarta Utara, padahal proses mediasi dan klarifikasi telah dilakukan berulang kali.
Kabag Tapem Dinilai Melempem
Sikap pasif Kabag Tapem Jakarta Utara menjadi sorotan dalam konflik ini. Beberapa warga menyebut bahwa pejabat terkait seperti menghindari masalah dan terlalu berhati-hati mengambil keputusan, sehingga proses penetapan ketua RW berlarut-larut.
“Kami tahu ini bukan persoalan mudah, tapi pejabat Tapem seharusnya jadi penengah, bukan malah membiarkan situasi jadi semakin tidak kondusif,” ujar Nurmala, tokoh ibu-ibu setempat.
Ia menilai, kegagalan menyelesaikan persoalan seperti ini bisa menciptakan preseden buruk dalam penyelenggaraan pemerintahan skala lingkungan di masa depan.
Pemerintah Kelurahan dan Kecamatan Serba Salah
Lurah Semper Timur dan Camat Cilincing pun mengaku serba salah menghadapi kondisi ini. Di satu sisi, mereka ingin menghormati proses musyawarah warga. Di sisi lain, tidak adanya arahan tegas dari Pemkot menyebabkan berbagai kebijakan yang diambil rawan dianggap berpihak.
“Sudah beberapa kali mediasi dilakukan, tapi karena belum ada SK penetapan dari kota, kami belum bisa mengambil langkah administratif apa pun,” ujar seorang staf kelurahan yang enggan disebutkan namanya.
Akibat Kisruh, Layanan RW Terganggu
Dampak dari kekisruhan ini mulai dirasakan langsung oleh warga. Berbagai layanan administrasi yang biasanya dilakukan di tingkat RW kini terhambat. Surat pengantar, laporan kegiatan RT, hingga koordinasi keamanan lingkungan menjadi terhambat karena tidak adanya Ketua RW definitif.
“Kami yang ingin mengurus surat domisili atau pengantar RT ke RW sekarang bingung harus ke siapa. Ini sangat mengganggu kehidupan warga,” keluh Pak Anwar, warga RT 002.
Situasi ini juga mulai berdampak pada kegiatan sosial warga, seperti ronda malam, posyandu, dan kerja bakti yang mulai vakum karena tidak adanya pemimpin RW yang bisa mengambil inisiatif.
Dorongan Penyelesaian Segera
Melihat kondisi yang makin merugikan warga, sejumlah tokoh masyarakat mendesak Pemerintah Kota Jakarta Utara segera mengambil keputusan tegas. Mereka meminta Kabag Tapem tidak lagi bersikap pasif dan segera menerbitkan SK untuk calon ketua RW yang dianggap paling sesuai dengan prosedur dan hasil mediasi.
“Jika terlalu lama dibiarkan, bukan tidak mungkin konflik ini bisa berkembang jadi hal yang lebih besar. Padahal ini hanya soal ketua RW, tapi bisa berdampak pada keharmonisan warga secara luas,” ujar Ustaz Dedi, tokoh agama setempat.
Harapan Warga: Netral, Tegas, dan Cepat
Pada akhirnya, warga hanya menginginkan proses yang adil dan transparan. Mereka berharap pejabat pemerintah, khususnya Kabag Tapem Jakarta Utara, bisa bersikap lebih proaktif dan tidak membiarkan konflik sosial di masyarakat terus membara.
Jika tidak ada langkah nyata dalam waktu dekat, warga berencana mengajukan surat terbuka kepada Wali Kota Jakarta Utara agar turun tangan langsung menyelesaikan persoalan yang sejatinya bisa cepat diselesaikan ini.
“Kami butuh ketegasan dari pemerintah. Bukan janji dan wacana yang berputar-putar,” pungkas Samsul Bahri.